Cerpen |Tak Seindah Angan



TAK SEINDAH ANGAN
Oleh Septi Melia.

Harap, temu , pupus.

            Ratapan cinta penuh kasih,tlah ku simpan diantara doa-doa kecilku. Telah ku sisipkan ungkapan-ungkapan namamu yang telah tersebar di langit penjuru. Ketika bulan bersinar terang, maka kan ada pendamping di malam terang ; yaitu Doa-doa yang telah tersimpan dan tersebar diantara bintang-bintang . Namun, nama yang telah ku sisipkan, dapatkah ia menemaniku hingga akhir zaman! Sedangkan, kini ku hanya bisa berdoa tanpa bisa melihatmu, ku hanya bisa berharap tanpa bisa menggapaimu. Ku harap kau segera datang, maka ku kan siap menjadi rembulan yang bersinar.
***
“Assalamualaikum Ma,Pa” Salamku kepada kedua orang tuaku, ketika telah sampai di meja makan.
“Waalaikumsalam sayang” ucap Mama ramah sambil tersenyum.
“Waalaikumsalam”
“Dika kamu hari ini tidak pergi kemana-mana kan?”
“Enggak Ma, emangnya kenapa Ma?”
“Temenin Mama pergi arisan yuk, sekalian Mama ingin mengenalkan kamu dengan anak temen Mama.”
“Enggaklah Ma, mending Dika bersihin kebun aja lah Ma.”
“Dika….”
“Ma Dika kan udah gede, Dika ingin memilih pasangan Dika sendiri”
“Tapi sampai kapan, umur kamu itj sekarang udah 27 udah pas untuk menikah,  lagi pula kamu juga udah mapan. Terus kamu mau nunggu kapan lagi,  kamu itu putra kami satu satunya Dika”
“Dika kamu dengerin Mama kamu dulu, kenalan aja dulu sama dia jika kamu gak suka, gak apa-apa” Ucap papa.
“Iya pa. Ok Ma nanti Dika ikut mama pergi ke arisan”
            Kami pun melanjutkan sarapan pagi ini dalam diam, yang berbunyi hanya suara dentingan sendok yang bernyanyi.
***
             Duduk diantara ibu ibu arisan bukanlah hal yang menyenangkan hanya bisa terduduk diam, tanpa tau apa yang ingin di lakukan.
“Hai jeng Diana, apa kabar” Ucap seorang ibu ibu yang baru datang.
“Hai jeng, Alhamdulillah baik. Jeng sendiri bagaimana?” Terdapat banyak lagi pertanyaan basa basi yang saya dengar sehingga membuat jengah dan suntuk. Andai saja kejadian ini cepat berakhir.
“Oh iya jeng, saya bawa anak saya lo. Kenalin namanya Tasya”
“Hai perkenalkan nama saya Tasya Nan Dini” Ucapnya sambil mengulurkan tangan. Gerakan Mama mulai mencurigakan, tiba tiba mulai mendekat dan menoel noel sikuku. Karena tak tahan di desak oleh mama, aku pun memperkenalkan diri ke anak teman mama.
“Hai nama saya Dika Jaya Putra” Ucapku sambil menangkupkan tangan ku. Kelihatanya cewek itu terlihat malu, karena ia sempat menundukkan kepalanya. Aku bukannya tidak suka dengan anak buk farida tersebut anaknya cantik, manis juga tinggi. Namun yang membuat aku kurang suka ia membuka auratnya dan menampakkan lekukan tubuhnya. Aku hanya bisa tertunduk dari tadi dan memandang ke benda benda lain untuk menghindari zina mata. Namun tiba tiba suatubpandangan sempurna menarik perhatianku, keindahanya bersinar bagai rembulan.
“Astagfirullahalazim” Sadarku dari keterpanahan.
“Assalamualaikum maaf Ibu-ibu sekalian, Mama memanggil kalian untuk makan bersama di belakang. Jika kalian bersedia ayo ikuti saya” Sosoknya bagai seorang bidadari yang turun dari surga senyumnya yang manis, matanya yang lembut, kepalanya yang terbalut hijab membuat keindahan tersendiri bagi orang yang melihatnya.
****
            Tiada tempat untukku mengadu kecuali Allah Swt. Sujudku ku persembahkan untukmu sebagaibrasa syukur dan pengabdianku, telah ku sebarkan pintaku di setiap aliran doaku. Telah ku sebut namamu di sepanjang zikirku, seriap hembusan nafasku, inggin ku berbuat baik untuk mu. Ya Allah terima kasih atas segala anugrah dan rahmatmu. Telah bersedia mengabulkan doa-doaku, kau telah hadirkan ia kembali di kehidupanku. Disini ku bersujud di hadapanmu, memohon ridho dan kesediaan mu untuk memberikan izin untuk mengusahakan hambamu yang bertakwa.
****
            Setelah lama tidak bertemu ini lah saat yang tepat untuk mengungkapkan semu perasaanku, aku tak inggin berlama lama lagi, karena aku takut ini kan menjadi zina nantinya.
            Kini mulai ku harungi jalan ini penuh rasa senang dan rasa syukur atas karunia Allah yang telah menciptakan segala keindahan di dunia ini. Hamparan tanah yang lapang, telah terpampang jelas di mata. Aku pun berjalan dengan langkah penuh zikir di setiap detiknya, menghampiri sebongkah berlian yang telah terpampang dan hendak ku miliki. Aku pun telah melihat seorang bidadari surga yang telah duduk nyaman di taman bunga, menatap indah anak anak yang sedang bermain bola. Mata nya bersinar bagaikan permata, hidungnya mancung bagaikan orang palestina. Sungguh ciptaan tuhan yang sangat luar biasa.
“Assalamualaikum ukhti”
“Oh… Waalaikumsalam kak"
“Boleh kakak duduk disini?” Ucapku menunjuk bangku di sebelahnya.
“Ya, silahkan kak”
“ekh…ekhem..Hem udah lama ya kita gak ketemu”
“Iya kak, lama banget. Mungkin 4 tahun ya”
“Iya, tapi alhamdulillah sekarang Allah masih mengizinkan kita untuk berjumpa”
“Bagaimana dengan kakak sekarang, udah kuliah di kairo ada yang nyantol gak”
“Nyantol emang mancing, enggak lah kakak udah ada orang yang kakak pilih. Sekarang kakak tinggal minta izin dengan orang nya aja, pengen ya gak mau lama lama. Soalnya udah berumur”
“hahah baru nyadar to kak. Kalo gitu aku ucapin selamat ya, moga lancar dan di berkati oleh Allah Swt. Aamiin”
“Aamiin” ucap ku kembali.
“Emang adek gak mau nanya siapa orangnya!”
“Penasaran sih sebenarnya, tapi kalo Kakak gak mau ngomong gak apapa kok”
“ Khusus untuk kamu kakak kasih tau”
“Oh ya, Siapa kak” ucapnya penasaran sambil menghadap kepadaku. Namun tatapannya tetap ke bawah, gak berani menatapku karena takut zina mata.
“Kamu”
“Hah…” Ucapnya terkejut, dan tak percaya.
“Tapi.… tapi kak”
“Tapi kenapa? Apa kamu tidak bisa menerima lamaran kakak?”
            Setitik demi seritik air matanya mulai bercucuran, wajahnya yang bersinar kini berubah menjadi sayu.
“Kenapa baru sekarang kakak melamar Zahra” Ucapnya sambil tersedu sedu.
“Zahra telah di lamar oleh bang rian, semalam. Kakak tau kan kalo dari dulu Zahra juga menyimpan rasa dengan kakak. Tapi baru hari ini, kakak berani mengungkapkan nya.” Aliran tangisnya semakin deras setelah mengucapkan hal itu. Bagai tersambar petir, ternyata ia telah terlambat untuk kedua kalinya. Apakah ini petanda bahwa ia bukan jodoh ku, pada hal segala untaian doa telah ku ucapkan hanya untuk mendapat kan dirinya. Apa kah ini benar benar nyata, bahwasanya aku telah keduluan oleh teman ku sendiri.
Ya Allah cobaan apa yang kau berikan ke hamba mu ini.
Aku tidak dapat berucap, mulutku kaku bagai terkunci. Sendi ini bagaikan mati termakan sunyi, apa yang harus ku lakukan.
Semuanya telah terjadi, kini waktu tak kan dapat kembali. Bidadari yang telah ku impikan kini telah di ambil duluan oleh pangeran negri sebrang. Apakan aku harus melepaskan, sanggupkah diriku bertahan.
Namun kini tiada yang dapat ku perbuat. Mungkin pertemuan yang telah lama ku nantikan ini, petanda bahwa tak kan ada sebuah hubungan yang kan terjalin lagi kecuali pertemuan. Keinginan untuk menjadikan nya pendamping hidup kini telah musnah, kini ia telah di lamar oleh teman ku sendiri. Mungkin ini memang takdir yang tidak mengizinkan untuk kita bersama.
Dengan rasa berat, namun pasti aku harus merelakannya.
“Kakak minta maaf, mungkin selama ini kakak menjadi orang yang pengecut yang gak bisa mengungkapkan perasaan kakak, dan gak berani untuk menghalal kan adek. Mungkin sekarang yang kakak bisa ucapkan selamat atas adek yang pernah menyimpan perasaan yang sama dengan kakak, dan selamat atas telah di lamarnya adek ya. Semoga langgeng sampai ke surga. Aamiin.”
 Setelah tenang ia pun mengusap air matanya dan tersenyum manis.
“Na'am kak, Trima kasih atas doanya. Zahra rasa mungkin kita memang tidak berjodoh.  Yang dapat zahra lakukan mungkin mendoaakan kakak, agar di segerakan jodohnya. Aamiin.”
“Na'am sukran ya dek.”
“Kalo gitu zahra pamit pulang dulu, udah sore. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam” Kini aku hanya dapat menatap kepergiannya dengan keikhlasan dalam melepaskannya. “*Ya Allah tabahkan lah hamba mu ini dalam menjalani cobaanmu, jika memang bukan ia jodoh hamba berilah kebahagiaan untuknya dan suaminya kelak. Dan berilah hamba pendamping yang siap menerima hamba apa adanya dan baik menurutmu ya allah* ” Mohonku pada sang ilahi.
Mungkin memang benar bahwa cinta tak harus memiliki, tapi hanya Allah lah sang pemilik cinta yang sesungguhnya. Mungkin ia terlalu sempurna bagiku. Tapi aku tau bahwa allah telah menyiapkan pasangan yang lebih baik dain yang terbaik bagi ku.

Post a Comment

0 Comments