ULANG TAHUN KE 26 DAN SEBUAH SURAT UNTUK AYAH
Oleh: Ahmad Fatoni
Pernah Rita bilang kepada Ayahnya agar ulang
tahunnya tidak pernah sekalipun dirayakan. Meniup lilin di atas kue tar, menyuapkan
kue kepada orang yang tersayang, dan menerima hadiah dari temannya. Sungguh dia
tidak senang melakukan kegiatan rutin itu. Apalah gunanya meniup lilin, berdoa
sebelum meniupnya dan sebagainya. Atau pernah satu kali dia diberikan kejutan
oleh teman-temannya di sekolah. Tanpa bilang-bilang, Teman-temannya membawa
tepung dan telur yang dilumurkan ke tubuhnya. Lantas dia kesal sekali. Apakah
harus seperti itu. Tanyanya dalam hati. Terpaksa dia pura-pura bahagia,
terharu, menitikkan air mata di depan teman-temannya hanya karena takut
teman-temannya kecewa dia tidak senang mendapat kejutan itu.
Sebenarnya Rita lebih senang mendapat kejutan
lain. Kejutan yang lebih dari itu. Ucapan sederhana saja, doa sederhana saja,
tanpa harus repot-repot membeli kue tar, telor dan tepung, hadiah-hadiah, dan
segala persiapan ketika acara ulang tahun di rumahnya. Tanpa itu adalah kejutan
yang luar biasa.
Tapi dia tidak bisa berkata tidak senangnya
pada teman-temannya. Hanya kepada Ayahnya saja. “Tidak usah repot-repot ayah.
Cukup Ayah di sisi Rita, Rita sangat bahagia.” Katanya suatu ketika. Dia
menolak rencana Ayahnya membuat acara ulang tahun untuknya.
“Mamamu sering melakukannya untukmu. Sebelum
Mamamu meninggalpun dia sempat menyuruhku membelikan kue Tar untukmu. Dia ingin
melihat ulang tahunmu terakhir kalinya.” Jelas Ayahnya ketika Rita menolak
secara lembut.
Mama Rita meninggal pas ketika ulang tahun
Rita yang ke-16. Setelah Rita meniup lilin di atas kue. Mamanya pun mengatupkan
matanya dan tarikan nafasnya yang terakhir. Dia dikena penyakit kanker otak
kronis. Satu bulan lamanya Mama Rita berada di rumah sakit hingga kemudian
meninggal.
“Tapi Aku tidak mau, Ayah. Dari kejadian itu
bukan berarti Mama menyuruh Ayah mengadakan ulang tahun rutin untuk Rita.”
Bantah Rita dengan lembut.
Ayah Rita mendekat. “Ayah akan selalu ada di
Sisimu. Jangan Khawatir.” Tangannya mendekap tubuh Rita. Tapi Rita mendengus
kesal. Tak pernah ayahnya di sisiny. dia haya sibuk denga diriny sendiri. “Tapi
acara ulang tahun tetap akan dilaksanakan. Biar teman-temanmu datang ke sini.
Biar ramai rumah ini. Sejak kepergian mamamu, Rumah ini sedikit sepi.” Lanjutnya.
Rita mengerti dengan paksaan itu. Ayahnya
ingin Rita punya teman yang serius untuknya. Alasan itu muncul sejak Rita sudah
berumur dua puluh tahun dan dia tumbuh menjadi perempuan cantik. Apalagi
sekarang, Umurnya sudah Dua puluh lima dan Rita masih menutup diri pada
laki-laki. Bukan karena sulit, tapi memang Rita tidak mau diajak pacaran. Di
dalam pikirannya hanya Ayahnya. Dia ingin terus dekat dengan ayahnya.
Terkadang dia harus menelpon Ayahnya, menyuruhnya
pulang cepat-cepat dari kantor ketika dirinya gusar. Pikirannya tidak nyaman.
Seperti ada yang mengejar dalam dirinya.
Tapi ayahnya tidak pernah pulang dan
mengirimkan teman Rita sendiri untuk menemaninya hingga Ayahnya pun pulang.
Maklum Ayah Rita adalah seorang bos di sebuah perusahaan. Jadi dia sangat sibuk
di kantornya.
Rita pun sabar. Tapi Rita berharap ayahnya
sudah membaca surat di meja kerjanya. Meja yang dia tulis seminggu yang lalu
dan diletakkan di meja kertas Ayahnya ketika itu juga. Dia menulisnya ketika
usianya sudah dua puluh lima. Setelah acara baru saja selesai tadi malam. Ya.
Pagi hari dia menulisnya.
***
Tahun ini adalah tahun yang berat bagi Rita.
Tubuhnya semakin lemah dan kurus. Ketika ditanya oleh Ayahnya kenapa dia
sekarang. Rita tidak menceritakan apapun.
Dia bilang “Bergaullah! Jangan berkurung di
rumah terus. Lihatlah tubuhmu semakin kurus.”
Rita tidak menghiraukan itu. Dia hanya ingin
dekat dengan Ayahnya. Sepanjang malam. Dan pertama tidak ingin merayakan ulang
tahunnya yang ke-26. Dia ingin mendengar Ayahnya solat dan berdoa untuknya
ketika hari ulang tahunnya.
Rita sering bertanya kepada Ayahnya. Apakah
dia sempat mendoakannya. Sesuai pintanya waktu itu. Ayahnya menjawab iya. Tapi
Rita tahu, Ayahnya tidak pernah melakukan itu. Meski Ayah Rita menjadi kepala
keluarga yang baik dari sisi nafkah keluarga, tapi Rita tidak pernah melihat
Ayahnya menengadah di atas sajadah, apalagi solat. Entah kenapa dia ingin
melihat Ayahnya solat. Satu kali saja dalam hidupnya.
Sepanjang hari tidak ada yang Rita lakukan.
Ayahnya sebenarnya sudah memberikan posisi kerja. Tapi Rita bilang belum siap.
Nanti jika dia sudah siap mengambil posisi itu, dia akan bekerja di perusahaan
ayahnya itu.
Kerjanya hanya di kamar. Memandangi atap,
sembari tiduran di kasur atau duduk di dekat jendela, memandangi ladang pohon
pisang. Ya. Tahun ini dia lebih sering memandagi ladang itu. Lebih sering dari
sebelumnya. Ada kuburan Mamanya di sana. Lantas Rita menitikkan air mata,
mengusap dengan tisu, atau sampai terisak, hingga seorang yang lewat dekat
rumahnya harus terheran-heran melihat tingkah Rita.
Ketika ayahnya datang malam-malam karena
sering lembur di kantornya. Dia hapus seluruh air matanya, bangun dari
lamunannya. Semangat tiba-tiba datang, dia bertanya banyak hal, apakah sudah
berdoa untuknya, apakah suratnya sudah di baca. Ayahnya akan menjawab ’Iya
nanti’. Rita kembali harus pura tersenyum. Dia tak tega menampakkan kekecewaan
di hadapan orang tua yang baru saja bekerja. Hingga kemudian Ayahnya kembali ke
kamarnya. Lalu Rita mengantar air hangat untuk Ayahnya. Hanya pura-pura. Dia
ingin tahu ayahnya sedang melakukan solat apa belum dan membaca suratnya apa
belum.
Tapi masih sama dengan sebelumnya. Bisa dikata
belum sempat Ayahnya melakukan hal itu. Tapi Rita tetap berharap dia akan
melakukannya.
Hingga tiga hari sebelum hari ulang tahun
Rita, Segala suasa hatinya berbeda. Dia mulai diam. Entah kenapa, Pernak-pernik
di rumahnya, pemeriah hari ulang tahunnya seperti tak ada. Ayahnya mengambil
cuti selama seminggu dari kantor demi acara ulang tahun anaknya meriah.
Teman-teman Ayahnya diundang menjadi panitia. Sepertinya hari ulang tahun kali
ini lebih meriah. Tapi tidak untuk Rita. Dia gusar di dalam rumah. Tubuhnya
semakin kurus.
Hari H sudah berlangsung, Acara ulanng tahun
berlangsung di dalam rumah dan halaman. Tapi Rita tidak keluar sejak malam.
Membuat seluruh undangan terheran-heran. Begitu juga dengan Ayah Rita.
Ayah Rita mulai gusar juga. Sedang tamu mulai
bercanda tawa, ada yang berbisik karena yang ulang tahun belumlah keluar.
Kemudian Ayah Rita menjemput Rita ke dalam kamar. Rita Terkejut. Wajahnya pucat
pasi. Tubuhnya semakin krempeng. Seperti tua melampaui umurnya
“Ayo. Jangan biarkan tamumu bingun yang ulang
tahun belum keluar.” Ajak Ayahnya.
Rita membalikkan badan dari arah jendela.
“Ayah sudah baca surat di meja?” Tanya Rita
“Ada apa dengan surat itu. Lebih penting acara
hari ini ayo.” Paksa ayahnya.
“Semuanya akan berubah jika Ayah belum
baca surat itu.”
“Iya nanti. Sekarang ayo temui tamumu dulu.”
Mereka keluar dengan sedikit ragu. Wajahnya
semakin pucat. Dia tidak bisa menolak Ayahnya. Pokoknya dia tidak bisa menolak
Ayahnya. Dia harus keluar bersamanya. Dan Tiupan lilin itu. Merubah segalanya.
Seperti matahari yang redup ketika berubah menjadi malam. Semuanya tidur, tak
terlihat. Mereka semua berada di alam lain. Alam yang berbeda dari Rita. Rita
penghuni manusia penunggu pada mahsyar.
Diboponglah tubuh Rita yang milik dunia ke
kamarnya. Tak sempat Rita memotong kue untuk dipersembahkan pada orang tersayang.
Matanya tertutup seiring matinya lilin.
Tangis bersahut-sahutan dari teman-teman Rita.
“Wajahmu seperti tak punya kebahagiaan di dalam istana perkasa ini.” Ucap salah
satu dari mereka melihat tubuh kurus Rita.
Ayah Rita berlari. Teringat sesuatu pada surat
di mejanya. Berlarilah sekencang
tenaganya di lorong rumah hingga sampai di kamarnya sendiri. Dia masuk. Teringat
kalimat anaknya yang sering membujuknya untuk membaca surat itu. Teringatlah
dia tak memperdulikan ananya
Untuk ayahku,
Seorang lelaki telah menyelinap ke kamarku
ayah. Dia lancang merenggut sesuatu paling berharga dalam diriku. Ketika
berhari-hari engkau meninggalkanku. Sebulan kemudian badanku demam. Aku kena
penyakit ganas. Dari seorang dokter memberi sebuah kabar, aku terkena penyakit
mengganaskan akibat perenggutan berharga itu.
Ayah aku hanya butuh engkau di sisikku. Sampai
ulang tahunku yang ke 26. Segalanya akan terjadi hari ulang tahunku mendatang.
Dari anakmu.
Sarang, 20 April 2018
0 Comments